Jumat 07 Apr 2023 09:48 WIB

IHSG Sepekan dalam Tekanan, Ini Alasannya

Salah satu sebabnya ialah rkonomi AD yang diproyeksikan melemah tahun ini.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di sepanjang pekan ini kembali tertekan hingga terkoreksi sebesar 0,18 persen. Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chisty Maryani melihat IHSG bergerak sangat fluktuatif pekan ini.
Foto: Republika/Prayogi.
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di sepanjang pekan ini kembali tertekan hingga terkoreksi sebesar 0,18 persen. Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chisty Maryani melihat IHSG bergerak sangat fluktuatif pekan ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di sepanjang pekan ini kembali tertekan hingga terkoreksi sebesar 0,18 persen. Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chisty Maryani, melihat IHSG bergerak sangat fluktuatif pekan ini.

"Pasar domestik sempat optimistis pada awal pekan dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas seperti batu bara, CPO, dan nikel. Kenaikan harga minyak mentah turut membuat pergerakan emiten di sektor energi menguat," kata Chisty, Jumat (7/4/2023).

Baca Juga

Selain itu, ekspektasi pembagian dividen jumbo dari saham berbasis batu bara dan pemberian insentif PPN satu persen untuk kendaraan listrik roda empat dan bus oleh pemerintah pada pekan lalu, turut menjadi katalis positif bagi IHSG. 

Namun, pekan ini IHSG belum mampu ditutup hijau. Tekanan paling dalam diakibatkan oleh koreksi dari sektor teknologi sebesar 2,91 persen. Salah satu penyebabnya, tekanan eksternal seperti potensi ekonomi Amerika Serikat, yang diproyeksikan melemah pada tahun ini setelah rilisnya data pasar tenaga kerja AS. 

Kekhawatiran pelaku pasar juga meningkat karena depresiasi permintaan pada tingkat global seiring dengan potensi perlambatan ekonomi secara global. "Pelaku pasar cenderung untuk memindahkan kepemilikan aset berisikonya dari saham growth stock ke saham yang cenderung defensif," kata Chisty. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement