Selasa 28 Mar 2023 13:09 WIB

Komando Indo-Pasifik AS Perlu 274 Juta Dolar untuk Pertahanan Siber

Dana itu dibutuhkan untuk menghalau peretas dan persiapan kemungkinan konflik dengan

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Serangan siber (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Serangan siber (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Komando satuan tempur tertua dan terbesar Pentagon, Komando Indo-Pasifik (INDOPACOM) meminta Kongres Amerika Serikat (AS) tambahan dana sebesar 274 juta dolar AS untuk kapabilitas pertahanan dan serangan siber. Dana itu dibutuhkan untuk menghalau peretas dan persiapan kemungkinan konflik dengan Cina.

Dalam salinan dokumen yang dilihat Defence News, Senin (27/3/2023) proyek-proyek "akses dan efek serangan siber" sebesar 184 juta dolar dan "keamanan siber dan pertahanan jaringan" sebesar 90 juta dolar masuk dalam daftar prioritas yang belum didanai yang totalnya sekitar 3,5 miliar dolar.

Keperluan pertama untuk mendorong "kemampuan mengakses dan mempengaruhi operasi ruang siber." Kedua mendanai upaya INDOPACOM memperkuat jaringan dan mempercepat identifikasi penyusup.

Setiap tahun komando satuan dan pemimpin militer AS mengirimkan daftar prioritas yang belum didanai. Daftar yang dinamakan "wish list" itu dikirim ke Kongres, tingkat detail setiap daftar berbeda-beda, sesuai yang ditentukan hukum.

Para petinggi pertahanan AS dapat mengirimkan catatan barang yang tidak masuk dalam permintaan anggaran Gedung Putih tapi akan berguna bila ada dana yang dapat digunakan. Daftar itu dikirimkan saat AS sedang berusaha menahan pengaruh Cina di dunia maya maupun nyata.

Pada bulan ini badan strategi keamanan siber pemerintah Presiden Joe Biden merilis publikasi yang menyebut Beijing sebagai "ancaman paling luas, aktif dan konsisten terhadap jaringan pemerintah dan sektor swasta" dan Cina "satu-satunya negara yang berniat membentuk ulang tatanan internasional, dan meningkatkan kekuatan ekonomi, diplomatik, militer dan teknologinya untuk melakukan itu."

Daftar permintaan itu termasuk rudal peringatan dan pelacakan, memperbaharui sinyal intelijen, dan operasi mempengaruhi negara asing yang senilai jutaan dolar.

"(Ini menunjukan) jenis kemampuan yang akan membuat pembuat rencana Tentara Pembebas Rakyat (Angkatan Bersenjata Cina) untuk berpikir dua kali," kata direktur senior Center on Military and Political Powe lembaga think tank  Foundation for Defense of Democracies, Bradley Bowman.

"Ketika anda melihat sekilas daftar itu: sistem pertahanan Guam, keamanan siber, pertahanan jaringan, rudal peringatan dan pelacakan, sensor luar angkasa, penargetan bawah laut, arsitektur perang, jaringan penembakan gabungan, kemampuan serang maritim, dan daftarnya terus berlanjut, ini jelas bukan lapangan golf baru di Hawaii, kan? Ini bukan rumah yang lebih besar untuk para jenderal," kata Bowman pada C4ISRNET.

Washington yakin peretas yang didukung pemerintah Cina menyedot kekayaan intelektual AS untuk meningkatkan pengembangan teknologinya dan ikut campur dalam urusan dalam negeri AS dengan menyebarkan informasi palsu. Pada tahun 2018 lalu Defence News melaporkan serangan siber yang didukung Cina menyusup ke komputer-komputer kontraktor Angkatan Laut AS.

Serangan siber ini membahayakan informasi sensitif yang berkaitan dengan proyek rahasia pengembangan rudal anti-kapal. Beberapa tahun terakhir Departemen Pertahanan AS ingin anggaran yang lebih besar untuk pertahanan siber.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement