Selasa 21 Mar 2023 14:51 WIB

DPR Sahkan Perppu Cipta Kerja Jadi UU: Demokrat Tolak, PKS Walkout

Demokrat dan PKS jadi dua fraksi di DPR yang menolak Perppu Cipta Kerja jadi UU.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Sejumlah massa aksi memasang spanduk saat unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Pada unjuk rasa tersebut mereka memprotes dan meminta DPR untuk mencabut Perppu Cipta Kerja dari pengesahan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa aksi memasang spanduk saat unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Pada unjuk rasa tersebut mereka memprotes dan meminta DPR untuk mencabut Perppu Cipta Kerja dari pengesahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR resmi mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Penetapan dilakukan dalam rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023.

"Apakah rancangan undang undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Ketua DPR Puan Maharani dijawab setuju oleh anggota DPR, Selasa (21/3/2023).

Baca Juga

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR M Nurdin mengatakan, sebanyak tujuh fraksi setuju terhadap pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan penolakannya.

Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VIII/2009, penerbitan perppu harus berlandaskan kegentingan memaksa. Ada tiga parameter kegentingan untuk menerbitkan perppu, yakni kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah secara cepat dan adanya kekosongan hukum. Parameter terakhir, kondisi hukum tidak dapat diatasi dengan membuat undang-undang secara prosedur biasa.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan terima kasih kepada DPR yang telah menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Jelasnya, Perppu menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mencegah potensi krisis di Indonesia.

"Ini juga upaya pencegahan yang dilakukan sebelum krisis, jauh lebih baik daripada upaya yang diambil setelah krisis. Upaya pemerintah menetapkan Perppu Cipta Kerja juga diikuti dengan kebijakan lain di sektor moneter," ujar Airlangga.

Perppu Cipta Kerja juga menjadi payung kepastian hukum dari ketidakpastian akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Baleg yang menyetujuinya, diharapkan membawa kemanfaatan dalam pemulihan ekonomi nasional.

"Dengan kepastian Perppu Cipta Kerja yang diharapkan dapat disetujui dalam rapat pada sore hari ini, maka kemanfaatan yang diterima oleh masyarakat, UMKM, pelaku usaha, dan pekerja dapat diteruskan," ujar Airlangga.

Faksi Partai Demokrat menjadi satu dari dua fraksi di DPR yang menolak pengesahan RUU tentang Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Dalam rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, Fraksi Partai Demokrat diberikan waktu selama lima menit untuk menyampaikan penolakannya.

Pertama, terbitnya Perppu Cipta Kerja tak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Di mana seharusnya, pemerintah melakukan perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"MK telah secara jelas meminta perbaikan lewat proses legislasi yang aspiratif, partisipatif, dan legitimate. Bukan justru mengganti undang-undang dengan Perppu, bahkan tidak tampak perbedaan antara isi Perppu dengan materi UU sebelumnya," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Hinca Panjaitan, Selasa (21/3/2023).

"Artinya keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif. Sehingga esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan para elite," sambungnya.

Alasan penolakan kedua adalah Perppu Cipta Kerja tak memenuhi aspek formalitas. Kehadirannya dinilai cacat secara konstitusi dan dapat mencoreng putusan MK yang memerintahkan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja.

Di samping itu, tidak ada argumentasi yang rasional dari pemerintah terkait penetapan kegentingan yang menjadi landasan penerbitan Perppu Cipta Kerja. "Sehingga kita perlu bertanya Perppu Cipta Kerja ini hadir untuk kepentingan memaksa atau kepentingan penguasa?" ujar Hinca.

Terakhir, Fraksi Partai Demokrat tak melihat Perppu Cipta Kerja menjadi solusi dari permasalahan ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia. Kehadirannya justru berpotensi memberangus hak-hak para buruh.

"Janganlah kita menyelesaikan masalah dengan masalah. Terbukti pascaterbitnya Perppu ini, masyarakat dan buruh masih berteriak lagi mengenai skema upah minimum, outsourcing, perjanjian paruh waktu tertentu, aturan PHK, skema cuti, dan lain-lain," ujar Hinca.

Usai menyampaikan tiga alasan penolakannya, mikrofon dari Hinca tiba-tiba mati yang menandakan waktu lima menit yang diberikan kepadanya telah habis. Kendati demikian, ia tetap menyampaikan penolakannya dengan suara kerasnya.

"Bukannya melibatkan masyarakat untuk melakukan perbaikan undang-undang ini, pemerintah justru meresponnya secara sepihak dengan mengeluarkan Perppu Ciptaker," tegas Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat itu.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bukan hanya menolak, tapi juga walkout dari ruang sidang paripurna. Anggota DPR Fraksi PKS Bukhori dalam interupsinya menyampaikan, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Bukannya melakukan perbaikan lewat revisi undang-undang, pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja.

"Terhadap putusan MK terkait dengan UU Cipta Kerja yang memerintahkan agar memperbaiki proses di dalam penyusunan undang-undang. Serta melibatkan seluruh stakeholder dan memperluas pendengaran dan pandangan dari seluruh masyarakat," ujar Bukhori dalam interupsinya pada rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (21/3/2023).

Perppu Cipta Kerja juga dinilai tak berbeda dengan UU Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Apalagi penyusunan dan pembahasannya tak membuka partisipasi publik secara luas.

"Dengan segala hormat, kami Fraksi PKS menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan menyatakan walkout untuk agenda penetapan terhadap Perppu nomor 2 Tahun 2022," ujar Bukhori.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement