Rabu 07 Dec 2022 09:05 WIB

Cara Berbeda Imam Syadzili Memahami Tasawuf dalam Memandang Kekayaan Duniawi

Tasawuf merupakan jalan menuju kesempurnaan diri

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi dzikir tasawuf. Tasawuf merupakan jalan menuju kesempurnaan diri
Foto: Republika TV
Ilustrasi dzikir tasawuf. Tasawuf merupakan jalan menuju kesempurnaan diri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Konsep sederhana dalam tasawuf itu adalah konsepnya Rasulullah SAW. Rasulullah dikenal sebagai pribadi yang hidup dengan sederhana. 

Pakar Tasawuf Ustaz Azka Fuady menjelaskan, menjabarkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendapatkan pajak yang kala itu memenuhi Masjid Nabawi. Pajaknya berupa emas, perak, hingga permata.

Baca Juga

“Itu (pajak yang diberikan ke Rasulullah) di hari itu pun habis dibagikan kepada yang berhak,” ujar Ustadz Azka, dikutip dari dokumentasi Harian Republika.

Namun demikian Rasulullah SAW tetap menjamin kehidupan keluarganya semua. Tapi ketika ada yang meminta, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menolak untuk memberi.

Bahkan di beberapa riwayat, kata dia, Rasulullah tidak pernah menyimpan 1 dirham maupun 1 dinar pun sehari. “Itu kalau standar sederhananya mengacu ke Rasulullah SAW,” ujar dia.

Seiring berjalannya waktu terdapat perubahan dalam tasawuf. Salah satu yang berubah, kata dia, adalah Imam Abul Hasan Asy-Syadzili, pendiri tarekat Syadziliyah. 

Imam Syadzili merupakan seorang ulama tasawuf yang kaya raya, bahkan kudanya kala itu adalah kuda putih yang paling mahal pada masanya.

Kuda itu ia dapatkan dari hasil bercocok tanam dan bekerja. Kemudian suatu ketika, Ustadz Azka bercerita, Imam Syadzili didatangi orang tasawuf yang berpakaian lusuh. 

Orang tersebut mengatakan kepada Imam Syadzili bahwa apa yang digunakan Imam Syadzili tidak selayaknya para ulama tasawuf.

Mendengar hal itu, Imam Asy-Syadzili menjawab, “Pakaianku ini berkata alhamdulillah, aku bersyukur karena ini nikmatnya Allah. Sedangkan pakaianmu itu berkata kepadaku, bersedekahlah kepadaku karena Allah.” 

Artinya, menurut Ustadz Azka, kesederhanaan itu nisbi dalam tasawuf. Bukan kaya bukan miskin, bukan kusut bukan mewah parlente, akan tetapi kesyukuran. Segala sesuatu yang mengantarkan kesyukuran kepada Allah SWT, standarnya seperti apapun, itu terserah orang iyang menjalankan. Itulah makna sederhana dalam tasawuf.

“Jadi sederhana itu nggak harus naik ojek bajaj, nggak harus. Dan sampai kesyukuran itu tidak mungkin bila tidak melalui jalan kehalalan. Jadi sumber mendapatkan kekayaan itu benar, cara hidupnya mau mewah maupun lusuh, yang penting adalah bagaimana cara dia memaknai syukur, itulah sederhana,” kata dia.    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement