Selasa 16 Aug 2022 00:40 WIB

Ekonom Nilai, Presiden Perlu Bahas Soal Stabilitas Harga dalam Pidato HUT RI ke-77

Jokowi perlu menegaskan strategi apa yang digunakan dalam melakukan stabilisasi harga

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Presiden Joko Widodo dengan baju adat suku Sasak NTB menghadiri Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Presiden Joko Widodo akan kembali memberikan pidato Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republika Indonesia (RI). Dalam pidato HUT RI ke-77 kali ini, presiden pun diharapkan menyoroti berbagai isu yang tengah terjadi.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo dengan baju adat suku Sasak NTB menghadiri Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Presiden Joko Widodo akan kembali memberikan pidato Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republika Indonesia (RI). Dalam pidato HUT RI ke-77 kali ini, presiden pun diharapkan menyoroti berbagai isu yang tengah terjadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo akan kembali memberikan pidato Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republika Indonesia (RI). Dalam pidato HUT ke-77 RI kali ini, presiden pun diharapkan menyoroti berbagai isu yang tengah terjadi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa isu yang perlu mendapat perhatian pada tahun ini dan tahun depan. Pertama, mengenai stabilitas harga, baik energi maupun pangan.

Baca Juga

"Ini berkaitan juga dengan kemandirian. Artinya, kesiapan produksi dalam negeri untuk gantikan ketergantungan terhadap impor, bail impor BBM, pangan, gandum, itu perlu diperjelas oleh presiden," ujar Bhima kepada Republika, Senin (15/8/2022).

Menurutnya, Jokowi perlu menegaskan strategi apa yang digunakan dalam melakukan stabilisasi harga. Bukan hanya dalam jangka pendek, tapi juga jangka panjang.

"Tentunya perlu desain kebijakan yang sesuai, karena sekarang banyak negara di dunia fokusnya pengendalian inflasi. Itu tidak bisa hanya sekadar dengan sisi moneter seperti meningkatkan suku bunga, tapi dengan sisi fiskal perlu ada refocusing, realokasi, sehingga subsidi energinya bisa cukupi," tutur Bhima.

Di sisi lain, kata dia, pemerintah bisa mendorong penggunaan energi terbarukan. Bisa pula memproduksi pangan sebagai alternatif gandum, misalnya dengan mendorong sorgum dan tapioka. Bhima menilai, semua itu memerlukan transformasi secara struktural. 

Kedua, lanjutnya, bicara soal kenaikan inflasi, pasti berefek pada perlindungan sosial, sehingga diperlukan anggaran lebih besar. "Ini apa terobosan pemerintah terkait perlindungan sosial, apa melanjutkan stimulus yang ada. Misalnya pada saat pandemi dalam dana PEN tetap diberlanjutkan, atau perlu formulasi bantuan-bantuam baru terutama untuk kompensasi kenaikan harga BBM," tutur Bhima.

Isu ketiga yang seharusnya dibahas Jokowi dalam pidatonya nanti yaitu tentang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Ia menegaskan, bukan hanya soal UMKM masuk digitalisasi, tapi juga terkait UMKM yang mengalami kenaikan biaya produksi, operasional, serta masih rendahnya daya beli masyarakat.

"UMKM ini perlu menjadi mainstreaming, dengan bantuan pemerintah apakah akses pasar ekspornya dibuka atau kemudian diberikan pendampingan. Maka UMKM juga punya tempat untuk masuk rantai pasok di BUMN, maupun pemerintah daerah, dan pemerintah pusat," kata Bhima menjelaskan.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan sebanyak 40 persen pengadaan atau belanja pemerintah diberikan ke produk lokal atau UMKM. "Itu bagaimana realisasinya dan upaya apa dorong itu, karena pemulihan ekonomi tanpa UMKM akan sangat susah," tegas dia.

Bagi Bhima, presiden harus menyampaikan ke publik strategi baru menghadapi ketiga isu di atas. Maka masyarakat pun memiliki persiapan dalam menghadapi situasi yang sangat berbeda dengan waktu puncak pandemi terjadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement