Kamis 28 Jul 2022 15:30 WIB

Datangi Gedeng Dewan, Nakes Honorer di Tasikmalaya Minta Kepastian

Pemkot Tasikmalaya belum mampu mengangkat seluruh nakes dan non-nakes sebagai PPPK.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
 Ratusan nakes dan non-nakes honorer menggelar aksi di Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, Kamis (28/7/2022). Aksi itu dilakukan untuk meminta kejelasan nasib mereka ketika status honorer dihapus. 
Foto: Republika/Bayu Adji P
Ratusan nakes dan non-nakes honorer menggelar aksi di Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, Kamis (28/7/2022). Aksi itu dilakukan untuk meminta kejelasan nasib mereka ketika status honorer dihapus. 

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Ratusan tenaga kesehatan (nakes) dan non-nakes yang berstatus honorer di Kota Tasikmalaya melakukan aksi di depan Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, Kamis (28/7/2022). Para nakes honorer itu meminta kepastian nasib ketika status honorer dihapus pada 2023.

Salah seorang nakes honorer, Yuri (41 tahun), mengatakan, sampai saat ini, belum ada kejelasan dari pemerintah terkait status tenaga honorer. Padahal, pemerintah pusat akan segera menghapus status tenaga honorer pada 2023.

"Kami khawatir dengan adanya penghapusan honorer, tidak bisa lagi bekerja," kata lelaki yang bekerja di Instalasi Pemulasaraan Jenazah RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya, itu kepada Republika, Kamis (28/7/2022).

Karena itu, dia meminta, pemerintah dapat mengangkat nakes dan non-nakes honorer di Kota Tasikmalaya menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebab, banyak tenaga honorer di Kota Tasikmalaya yang sudah bekerja selama belasan tahun.

Berdasarkan pantauan Republika, para nakes dan non-nakes honorer itu mendatangi Gedung DPRD Kota Tasikmalaya sejak Kamis sekitar pukul 09.30 WIB. Para perwakilan dari nakes honorer itu juga sempat melakukan audiensi dengan perwakilan DPRD Kota Tasikmalaya dan Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya.

Perwakilan nakes dan non-nakes di Kota Tasikmalaya, Ajang Muhammad, mengatakan, berdasarkan hasil audiensi itu, Pemkot Tasikmalaya belum mampu untuk mengangkat seluruh nakes dan non-nakes sebagai PPPK sekaligus. Pengangkatan honorer menjadi PPPK hanya bisa dilakukan secara bertahap.

"Tahun ini hanya bisa 70 orang, tahun depan 100 orang. Sementara jumlah honorer di sini ada sekitar 1.300 orang," kata dia.

Kendati demikian, menurut dia, ada berbagai alternatif solusi yang muncul dalam hasil audiensi itu. Salah satunya adalah mengubah nomenklatur pembayaran gaji tenaga honorer menjadi sumber pembayaran gaji PPPK. Pasalnya, mayoritas fasilitas kesehatan di Kota Tasikmalaya berstatus BLUD.

"Opsi ini tentu harus dibahas terlebih dahulu. Namun kami harapkan itu bisa dilakukan," kata dia.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, mengatakan, rencana penghapusan tenaga honorer memang telah menjadi isu nasional. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memfasilitasi para tenaga honorer agar bisa tetap bekerja. Namun, kuota yang diberikan oleh pemerintah masih terbatas.

"Kami sudah menyiapkan berbagai macam alternatif solusi. Namun itu harus dibahas lebih lanjut, karena menyangkut dengan kebijakan," kata dia.

Dia menjelaskan, salah satu solusi yang dihasilkan dari pertemuan itu adalah mencari sumber pembiayaan untuk PPPK. Namun, ia menyebut alternatif itu masih harus dibahas lebih lanjut. Pasalnya, alternatif itu menyangkut dengan kebijakan keuangan.

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Tasikmalaya, Gun Gun Pahlagunara, mengatakan, pihaknya sebenarnya ingin mengangkat semua honorer menjadi PPPK. Namun, Pemkot Tasikmalaya tak memiliki anggaran untuk menggaji seluruh PPPK. Sebab, pembayaran gaji PPPK dibebankan kepada daerah.

"Saya bisa membuka formasi untuk 1000 orang nakes, tapi penggajiannya kan harus dipersiapkan. Anggaran di kami kan tidak hanya untuk gaji, tapi ada hal yang lainnya," kata dia.

Dia menyebutkan, anggaran yang dibutuhkan untuk membayar gaji apabila semua nakes honorer diangkat menjadi PPPK mencapai Rp 7 miliar per bulan. Sementara yang perlu diangkat menjadi PPPK bukan hanya nakes, melainkan juga tenaga honorer lainnya.

"Opsi mengubah nomenkatur pembiayaan honorer, anggaran kan harus masuk kas daerah. Itu harus melihat aturannya dulu, apakah memungkinkan atau tidak," kata dia.

Menurut Gun Gun, upaya pemerintah untuk menghapus tenaga honorer sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Pemerintah pusat mengarahkan tenaga honorer menjadi PPPK agar standar gaji mereka menjadi jelas.

"Itu justru untuk melindungi mereka supaya jelas penghasilannya," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement