Kamis 14 Jul 2022 20:17 WIB

Tiga Kasus Pelanggaran HAM Berat di Aceh Diserahkan ke Jaksa Agung

Total ada lima kasus pelanggaran HAM berat di Aceh.

Sejumlah aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) melakukan Aksi Kamisan Ke-730 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/6/2022). Aksi tersebut meminta Presiden Joko Widodo memegang teguh komitmen untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus pelanggaran HAM di Wasior, Papua yang terjadi pada 13 Juni 2001.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Sejumlah aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) melakukan Aksi Kamisan Ke-730 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/6/2022). Aksi tersebut meminta Presiden Joko Widodo memegang teguh komitmen untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus pelanggaran HAM di Wasior, Papua yang terjadi pada 13 Juni 2001.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Aceh menyatakan sebanyak tiga kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Tanah Rencong sudah diserahkan ke Jaksa Agung selaku penyidik untuk kemudian dapat ditindaklanjuti. Total ada lima kasus pelanggaran HAM berat di Aceh.

"Dari lima kasus pelanggaran HAM berat di Aceh, tiga di antaranya sudah kami serahkan ke Jaksa Agung," kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh Sepriady Utama, di Banda Aceh, Kamis (14/7/2022).

Baca Juga

Sepriady menyebutkan, tiga kasus peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diserahkan ke Jaksa Agung tersebut, yakni peristiwa Simpang KKA (Simpang Kraft) Aceh Utara, peristiwa Rumoh (Rumah) Geudong di Kabupaten Pidie, dan peristiwa Jambo Keupok di Kabupaten Aceh Selatan. Sedangkan dua kasus pelanggaran HAM berat lainnya yang belum diselesaikan, yakni peristiwa di Kabupaten Bener Meriah dan kasus penembakan di Bumi Flora, Kabupaten Aceh Timur.

"Untuk kasus pelanggaran HAM berat itu memang semuanya kasus lama, saat konflik Aceh lalu," ujarnya.

Sepriady menyampaikan, Komnas HAM melalui tim ad hoc sudah melakukan proses penyelidikan projustitia, kemudian hasil penyelidikan tersebut diserahkan kepada Jaksa Agung sesuai amanat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. "Sesuai peraturan perundang-undangan hasil penyelidikan dugaan pelanggaran HAM yang berat di Aceh kami serahkan ke Jaksa Agung dan selanjutnya tugas Jaksa Agung," katanya pula.

Sepriady menuturkan, kasus pelanggaran HAM berat memang harus disinergikan dengan pengadilan dan pengungkapan kebenaran lewat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). "Keterlibatan KKR itu penting karena tidak semua kasus diproses melalui pengadilan, melainkan juga ada pengungkapan kebenaran yang diakhiri dengan rekonsiliasi," demikian Sepriady Utama.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement