Jumat 29 Apr 2022 04:31 WIB

Haedar Nashir: Puasa Mengajarkan Jiwa Negarawan dan Kesatria

Haedar Nashir: Puasa Mengajarkan Jiwa Negarawan dan Kesatria

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Haedar Nashir: Puasa Mengajarkan Jiwa Negarawan dan Kesatria - Suara Muhammadiyah
Haedar Nashir: Puasa Mengajarkan Jiwa Negarawan dan Kesatria - Suara Muhammadiyah

Haedar Nashir: Puasa Mengajarkan Jiwa Negarawan dan Kesatria

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah –  Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Silaturahim Ramadhan bersama berbagai awak media di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Kamis (28/4/2022). Dihadiri langsung Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua PP Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman, dan Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan terimakasih kepada seluruh awak media, atas segala kerjasama, pemberitaan, publikasi dan edukasi kepada masyarakat. Terutama dalam penanganan Covid-19 selama tiga tahun ini yang diharapkan wabah pandemi dapat teratasi dan terselesaikan.

“Harapan kami dengan hadirnya Idul Fitri bagi kaum muslimin menjadi media atau wahana pembentukan ruhani, melahirkan insan-insan yang dapat menahan diri dari godaan kehidupan,” ungkap Haedar Nashir.

Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tersebut berpesan agar puasa pada tahun ini dapat menjadikan hidup yang berkeadaban publik yang mencerahkan. Keadaban yang tinggi, mulia dan luhur. “Saatnya puasa menjadi wahana yang mendewasakan diri sendiri,” tuturnya.

Puasa seyogyanya juga menjadi wahana dalam membangun spiritualitas sosial terhadap sesama. Khususnya bagi generasi milenial. Sama atau berbeda dalam menjalankan puasa dan merayakan hari raya jangan sampai menjadi sesuatu yang memecah belah. “Kita harapkan perbedaan ini kita sikapi secara dewasa,” kata Haedar Nashir.

InsyaAllah jika masyarakat dewasa dan pemerintah arif serta bijaksana dalam menyikapi perbedaan, maka negara ini akan menjadi negara yang maju dan terdepan.

Muhammadiyah mempelopori untuk mendorong masyarakat menjadi umat yang berkemajuan. Melalui media, Muhammadiyah berharap dapat mefasilitasi hadirnya literasi yang mencerahkan, mengedepankan ukhuwah, memandu umat dengan kearifan, dan saling memajukan satu sama lain. Antar kelompok yang berbeda harus mau untuk saling belajar.

Dalam konteks bangsa, Muhammadiyah bersuara. Pertama, regulasi kehidupan kebangsaan. Kami menyambut baik konsistensi pemerintahan presiden Jokowi untuk mengamankan pemilu pada Februari 2024 tetap berjalan sebagaimana yang telah ditentukan. Kedua, dalam konteks pandemi Covid-19 pandemi kita harus bersama-sama untuk mengakhirinya. “Ketiga, kita harus memiliki kearifan setelah mengalami musibah. Kita harus bekerjasama dalam mengatasi dampak yang berat bagi masyarakat,” ungkap Haedar Nashir.

Maka, dari ramadan dan idul fitri juga diharapkan dapat melahirkan jiwa kesatria. Puasa mengajarkan jiwa kenegarawanan dan kesatria. Nilai nilai konstitusi luhur harus menjadi pedoman bagi para pemangku kebijakan, dalam hal ini pemerintah. “Kami himbau kepada para elit untuk tetap meletakkan kepentingan negara dan rakyat di atas kepentingan pribadi,” tambah Haedar Nashir.

Mencintai Indonesia berarti mencinta rakyat sedalam dalamnya dan seluas luasnya. Para pendiri bangsa merawat hal ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa ini perlu mengedepankan jiwa tengahan, khususnya dalam hal penyelamatan aset dan kekayaan negara yang sangat melimpah. Merawat indonesia dan tanah air, berarti merawat kebinekaan. Selalu mencari titik temu dan solusi dalam setiap permasalahan.

Sementara itu, Agus Taufuqurrahman berharap pada tahun ini menjadi etape berakhirnya pandemi menjadi endemi. Perubahan pandemi menjadi endemi perlu dieksekusi dengan parameter yang dapat dipertanggungjawabkan, profesional, saintifik, dan memberikan keamanan kepada masyarakat.

Ikhitiar ini ditunjukkan Muhammadiyah dengan membangun sistem pelayanan kesehatan yang terpadu. “Masyarakat yang gagal di era disrupsi adalah mereka yang masih ingin hidup seperti 10 tahun yang lalu tanpa mempertimbangkan segala perubahan yang terjadi,” pungkasnya. (diko/rpd)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement