Senin 25 Apr 2022 17:14 WIB

Larangan Ekspor Minyak Goreng Sesuai Aspirasi, Tapi Jangan Jadi Kebijakan 'Angin-anginan'

Anggota DPR ingatkan kebijakan larangan batu bara yang segera dibatalkan oleh Luhut.

Sejumlah warga antre membeli minyak goreng curah di salah satu toko di Kelurahan Kemandungan, Tegal, Jawa Tengah, Senin (25/4/2022). Warga harus antre hingga lima jam untuk membeli minyak goreng curah seharga Rp15.500 ribu per liter yang pembeliannya juga dibatasi sebanyak 10 liter per orang.
Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Sejumlah warga antre membeli minyak goreng curah di salah satu toko di Kelurahan Kemandungan, Tegal, Jawa Tengah, Senin (25/4/2022). Warga harus antre hingga lima jam untuk membeli minyak goreng curah seharga Rp15.500 ribu per liter yang pembeliannya juga dibatasi sebanyak 10 liter per orang.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Deddy Darmawan Nasution

Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan juga minyak goreng per 28 April 2022. Ia menjelaskan, sikap tersebut sejalan dengan aspirasi pihaknya yang disampaikan dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Kamis (17/3/2022).

Baca Juga

"Dalam kesimpulan rapat poin kedua disebutkan bahwa Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Perdagangan RI, ketika kewajaran harga tidak tercapai maka pemerintah harus mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan ekspor minyak kelapa sawit," ujar Hekal lewat keterangan tertulisnya, Ahad (24/4/2022).

Komisi VI, jelas Hekal, berpendapat bahwa pelarangan ekspor ekspor crude palm oil (CPO) adalah bagian dari terapi kejut atau shock therapy. Hal tersebut diberlakukan mengingat kebijakan di level para menteri tidak juga berhasil mengatasi polemik minyak goreng.

 

"Kita bersyukur, dengan demikian kebijakan presiden itu sudah sejalan dengan aspirasi Komisi VI yang pernah mengusulkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng. Demi menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di dalam negeri," ujar Hekal.

Kendati demikian, kebijakan tersebut akan berdampak kepada sejumlah hal. Salah satunya yang terdampak adalah petani sawit yang selama ini menggantungkan hidupnya dari komoditas tersebut.

“Untuk itulah kami meminta agar para petani sawit dilindungi, mengingat hal ini juga menyangkut mata pencaharian petani sawit di Indonesia yang jumlahnya signifikan," ujar Hekal.

Sebelumnya, pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan juga minyak goreng per Kamis, 28 April 2022. Menurut Presiden Jokowi, larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini akan diberlakukan hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Kebijakan ini diputuskannya saat rapat terbatas terkait pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya terkait ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. "Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian," ujar Jokowi dalam keterangannya melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Mulyanto berharap agar larangan ekspor CPO dari Presiden Joko Widodo tak dibuat sekadar untuk meredakan kegaduhan masyarakat dibuat sekedar untuk meredakan kegaduhan masyarakat. Khususnya setelah tertangkapnya Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan beserta sejumlah pimpinan perusahaan dalam dugaan korupsi penerbitan izin CPO.

Ia mencontohkan pernyataan Jokowi yang serupa, ketika melarang ekspor batu bara yang hanya berumur sepekan. Di mana kemudian justru dibatalkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

"Keputusan Presiden Joko Widodo melarang ekspor minyak goreng dan CPO mulai 28 April 2022 jangan 'angin-anginan'. Artinya jangan dibuat sekedar untuk meredakan kegaduhan," ujar Mulyanto lewat keterangan tertulisnya, Ahad (24/4/2022).

Menurutnya, pemerintah harus segera merumuskan dan menetapkan kebijakan lanjutan terkait tata niaga minyak goreng. Jangan dibiarkan berlama-lama mengambang seperti saat ini.

Ketetapan penting yang perlu diambil Pemerintah selanjutnya adalah kebijakan untuk memprioritaskan migor dan bahan baku migor bagi kebutuhan pasar dalam negeri. Tidak seperti kebijakan sekarang, ketika CPO dan migor hampir di atas 70 persen didedikasikan untuk pasar ekspor mengejar devisa.

"Pemerintah harus tegas menetapkan CPO dan migor sebagai komoditas prioritas dalam negeri dan konsisten melaksanakannya. Pemerintah tidak boleh kalah dan lemah didikte korporasi," ujar Mulyanto.

"Ekspor komoditas berbasis minyak sawit yang diperbolehkan hanyalah produk hasil hilirisasi yang bernilai tambah tinggi," sambung anggota Komisi VII DPR itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement