REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS (USCRIF) mendesak pihak berwenang Cina untuk tidak membatasi aktivitas Muslim Uighur selama Ramadhan. Sebab, pembatasan itu hanya memicu kemarahan dan dendam.
"Demi keamanan serta kebebasan, pemerintah Cina harus meniadakan pembatasan, terutama selama bulan Ramadhan," kata Ketua USCIRF, Katrina Lantos-Swett, seperti dikutip onislam.net, Senin (30/7).
Menurut laporan USCRIF, pemerintah Cina memberlakukan kebijakan yang membatasi aktivitas Muslim Uighur selama Ramadhan. Mereka, termasuk guru, dosen, mahasiswa dan pegawai pemerintah dilarang menjalankan ibadah puasa, melaksanakan shalat tarawih, mendistribusikan materi keagamaan dan mengenakan jilbab. Sementara, anak-anak di bawah usia 18 tahun dilarang memasuki sejumlah masjid dan sekolah agama.
Anggota komisioner USCRIF, Lantos Swett mengatakan keliru bila Beijing menjalankan kebijakan itu atas nama stabilitas dan keamanan. "Ini hanyalah dalih guna menghindari adanya pelanggaran HAM," kata dia.
Dalam laporan USCRIF Maret 2012, polisi Cina dan pasukan keamanan menggerebek sekolah agama di Hotan. Dalam penggerebekan itu polisi Cina menangkap 47 Muslim Uighur dan melukai 17 anak. Di Kashgar, pria Uighur dihukum antara tujuh hingga 10 tahun dengan tuduhan menjadi anggota kelompok ekstremis dan turut serta dalam rapat keagamaan bawah tanah.
Xinjiang mendapatkan status otonomi sejak tahun 1955. AKantetapi, Beijing tidak begitu saja membiarkan Muslim Uighur bergerak bebas. Beijing memandang Xinjiang sebagai aset tak ternilai karena posisinya dekat Asia Tengah, dan kaya akan cadangan minyak dan gas.