Kamis 14 Apr 2022 07:27 WIB

Tolak Pengesahan Revisi UU PPP, PKS Ajukan Syarat Penggunaan Omnibus

Baleg DPR RI telah menggelar rapat pleno terhadap revisi UU PPP.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
 Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa mengatakan fraksinya menyatakan belum dapat menyetujui rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) ditetapkan menjadi undang-undang.
Foto: Dok Humas DPR RI
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa mengatakan fraksinya menyatakan belum dapat menyetujui rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) ditetapkan menjadi undang-undang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menjadi satu-satunya pihak yang menolak pengambilan keputusan tingkat I terhadap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), yang merupakan bagian dari perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja. Pasalnya, revisi undang-undang tersebut memuat metode omnibus tak diatur syarat penggunaannya dalam pembentukan perundang-undangan.

"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyatakan belum dapat menyetujui rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan menjadi undang-undang," ujar anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa dalam rapat pleno Baleg, Rabu (13/4/2022) malam.

Baca Juga

Fraksi PKS, jelas Ledia, menilai bahwa metode omnibus seharusnya bertujuan  mereformasi proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Karenanya, harus ada sejumlah syarat penggunaan metode tersebut dalam revisi UU PPP, agar tetap menjamin adanya kepastian hukum dan meningkatkan kualitas legislasi.

Pertama, metode omnibus hanya dapat digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan adanya urgensi tertentu yang melibatkan beberapa peraturan dalam satu topik khusus tertentu atau klaster. Hal ini agar penyusunan peraturan perundangan tersebut fokus hanya berkaitan dengan satu tema spesifik.

Kedua, diperlukannya pengaturan tentang alokasi waktu yang memadai untuk penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Agar penyusunannya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa dengan mengabaikan partisipasi publik.

Menurutnya, DPR dan pemerintah perlu berlajar dari pembahasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat 77 undang-undang. Namun, waktu pembahasannya memakan waktu yang sangat singkat.

"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mensyaratkan sejumlah syarat penggunaan metode omnibus untuk menjamin kepastian hukum, meningkatkan produk legislasi, dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan undang-undang," ujar Ledia.

Diketahui, Baleg telah menggelar rapat pleno terhadap revisi UU PPP. Dalam rapat tersebut, Baleg mengambil keputusan tingkat I revisi undang-undang tersebut, mengingat delapan fraksi telah setuju agar hal tersebut dilakukan, kecuali Fraksi PKS.

"Dapat kita setujui untuk dilanjutkan ke tahapan berikutnya dalam pembicaraan tingkat dua di sidang paripurna yang akan datang," tanya Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dijawab setuju oleh anggota DPR dan pemerintah yang hadir dalam rapat tersebut, Rabu (13/4/2022) malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement