Kamis 31 Mar 2022 15:49 WIB

Strategi Mesir Menangkal Ekstremisme

Perlu langkah membangun kesadaran anak muda melindungi diri dari ektrimisme.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Orang Mesir membeli dekorasi
Foto: EPA-EFE / KHALED ELFIQI
Orang Mesir membeli dekorasi

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mufti Agung Mesir, Syekh Syauqi Allam menyampaikan penjelasan tentang lembaga fatwa Dar al-Ifta di Mesir. Ini dia sampaikan saat menerima duta besar Bulgaria untuk Mesir, Diane Katrashev, Kamis (31/3) waktu setempat.

Syekh Allam menjelaskan, Dar al-Ifta memiliki banyak departemen dan layanan di antaranya fatwa lisan, telepon, elektronik, dan tertulis. Pada 2014 Dar al-Ifta mendirikan Observatorium Fatwa Takfiri untuk melawan fatwa dan opini kalangan ekstremis, seperti dilansir Elbalad, Kamis (31/3/2022).

Baca Juga

Observatorium itu memantau dan menganalisa segala sesuatu yang dikeluarkan oleh kelompok ekstremis lalu mengeluarkan laporan untuk membantah ide kelompok ekstremis. Termasuk juga mempersiapkan studi strategis dan masa depan berdasarkan pendekatan Islam moderat, membahas masalah ekstremisme bagi umat Islam di seluruh dunia, lalu memberikan rekomendasi dan program nyata tentang bagaimana menghadapi, memerangi dan menghilangkan fenomena ekstremisme itu.

Dar al-Ifta, lanjut Syekh Allam, telah mengeluarkan panduan referensi pertama untuk menghadapi ekstremisme dan menanggulangi ide dan kelompok ekstremis. Dar al-Ifta dalam sehari dapat menerima 3.500 hingga 4.000 pertanyaan yang dijawab oleh enam departemen fatwa yang berbeda dengan menggunakan metode dan bahasa internasional.

Mufti itu menekankan pentingnya membangun kesadaran di kalangan anak muda dan melindungi mereka dari ekstremisme. Konsep kesadaran harus didasarkan pada kesadaran yang akurat dan benar. Dia mengingatkan, syariat Islam pun telah membentuk kesadaran karena konsepnya yang komprehensif.

"Bila tidak ada kesadaran, maka ini salah satu bahaya terbesar yang mengancam mereka. Inilah yang diketahui oleh musuh bangsa dan musuh umat manusia dari para pelindung ekstremisme dan terorisme, sehingga mereka menggunakannya sebagai pintu untuk mengalihkan ide-ide mereka dan sebagai alat untuk menghancurkan fondasi bangsa dan bangunannya," tutur dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement