Senin 21 Mar 2022 18:27 WIB

Israel Enggan Memihak pada Rusia dan Ukraina

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta Israel berpihak pada negaranya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett berbicara di Yerusalem, Ahad (20/3/2022).
Foto: AP Photo/Maya Alleruzzo
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett berbicara di Yerusalem, Ahad (20/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan, negaranya akan menjaga hubungan dengan Rusia dan Ukraina. Hal itu disampaikan setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta Tel Aviv berpihak pada negaranya.

Bennett mengungkapkan, Israel akan mengelola keterlibatannya dengan Ukraina dan Rusia dengan cara yang sensitif serta bertanggung jawab. Hal itu dilakukan sambil menyeimbangkan berbagai pertimbangan dan kerumitan.

Baca Juga

Menurut Bennett, saat ini Israel masih mempertahankan bantuannya untuk Ukraina. “Israel telah mengulurkan bantuannya dalam krisis Ukraina selama beberapa pekan, sangat banyak sejak saat pertama, melalui saluran yang berbeda,” ucapnya di sela-sela acara pengiriman bantuan untuk Ukraina, Senin (21/3/2022).

Israel akan mendirikan rumah sakit lapangan bagi para pengungsi Ukraina di perbatasan negara tersebut dengan Polandia. Menurut PBB, lebih dari 3,3 juta warga Ukraina telah mengungsi ke negara-negara tetangga. Sekitar 2 juta di antaranya melarikan diri ke Polandia.

Sebelumnya Volodymyr Zelensky telah meminta Israel agar berpihak pada negaranya dalam konflik dengan Rusia. Dia meminta Israel memberikan pasokan senjata kepada Ukraina dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Sejak Rusia melancarkan serangan militer ke Ukraina, Israel telah bertindak sebagai perantara antara kedua belah pihak.

Kendati mengecam agresi Rusia, Tel Aviv tetap menahan diri dari mengambil tindakan yang dapat memicu kemarahan Moskow. Israel dinilai enggan membahayakan koordinasi militernya dengan Rusia terkait konflik di Suriah.

Belum lama ini beredar laporan yang menyebut bahwa Bennett meminta Zelensky untuk menyerah pada Rusia. “Bennett menyuruh kami menyerah. Kami tidak berniat melakukannya. Kami tahu tawaran (Presiden Rusia Vladimir) Putin hanyalah permulaan,” kata seorang pejabat Ukraina, dilaporkan Jerusalem Post pada 11 Maret lalu.

Bennett pun menyarankan Ukraina agar tidak meminta lebih banyak bantuan militer dan pertahanan. Sebab hal itu dapat menggerus upaya mediasi yang sedang dijalankan Israel. “Jika Bennett ingin menjadi netral dan menengahi, kami berharap dia menunjuk seseorang untuk mengerjakannya siang dan malam serta mencoba mendapatkan kompromi,” ujar seorang pejabat Ukraina.

Pemerintah Ukraina telah membantah laporan tersebut. Penasihat Zelensky, Mykhailo Podolyak, mengungkapkan, sama seperti negara-negara lain, Israel tak menawarkan Ukraina untuk menyetujui tuntutan apa pun dari Rusia. “Ini tidak mungkin karena alasan militer dan politik (Israel meminta Ukraina menyerah). Sebaliknya, Israel mendesak Rusia untuk menilai peristiwa tersebut secara lebih memadai,” kata Podolyak pada 12 Maret lalu.

Sementara seorang pejabat Israel yang enggan dipublikasikan identitasnya mengatakan, laporan tentang adanya desakan Bennett kepada Zelensky untuk menyerah kepada Rusia benar-benar salah atau keliru. "Perdana Menteri Bennett sama sekali tidak menyarankan Presiden Zelensky untuk mengambil kesepakatan dari (Presiden Rusia Vladimir) Putin. Karena tidak ada kesepakatan seperti itu yang ditawarkan kepada Israel agar kami dapat melakukannya," ucapnya.

Pejabat Israel itu menekankan, tak ada tindakan Bennett yang dimaksudkan untuk mendikte Zelensky. “Bennett sama sekali tidak memberi tahu Zelensky bagaimana harus bertindak, dia juga tidak punya niat untuk itu,” ujarnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement