Senin 18 Apr 2022 00:39 WIB

Ingin Tafsirkan Mimpi? Ini Kaidahnya

Ingin Tafsirkan Mimpi? Ini Kaidahnya

Ingin Tafsirkan Mimpi? Ini Kaidahnya
Foto: AP
Ingin Tafsirkan Mimpi? Ini Kaidahnya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah

Diriwayatkan dari Anas bin Malik

Baca Juga

RA, Rasulullah pernah bersabda,

“Mimpi yang baik dari orang

saleh adalah bagian dari 46

unsur kenabian.” (HR Ibnu Majah).

Mimpi, dalam Islam tak sakadar bunga tidur. Bagi orang-orang tertentu yang memiliki derajat keimanan yang tinggi, mimpi bisa memiliki makna yang beragam dan mendalam. Tradisi penafsiran mimpi sendiri, sudah berlaku sejak peradaban manusia berada. Nabi Yusuf, misalnya, dikenal ahli dan mampu menakwil mimpi.

Dalam tradisi intelektual ulama klasik,aktivitas menafsirkan mimpi juga banyak mendapat perhatian. Banyak tokoh yang dikenal mahir mengartikan mimpi dan menghasilkan karya monumental, salah satunya adalah Ibnu Sirin, seorang tokoh yang bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Sirin al-Anshari. Dalam kitabnya berjudul  Ta’bir Ar-Ru’ya, ia memaparkan hal ihwal yang berkenaan dengan mimpi.

Selain kitab itu, sebenarnya ada satu lagi kitab yang disandarkan kepemilikannya terhadap Ibnu Sirin, yaitu Al-Muntakhab al-Kalam fi Tafsir al-Ahlam. Kitab yang pertama, oleh mayoritas ulama, valid diakui buah karyanya. Ibnu Khaldun, misalnya,menegaskan hal itu dalam Muqaddimah. Sosiolog Muslim tersebut menyebut Ta’bir murni karya Ibnu Sirin. Lain halnya dengan kitab yang kedua, Al-Muntakhab, Az Zarkali meragukan kebenaran penyandaran kitab tersebut atas Ibnu Sirin.

Ta’bir Ar Ru’ya terdiri atas 25 bab utama. Ibnu Sirin mengawali kitabnya tersebut dengan meletakkan prinsip dan kaidah dalam penafsiran dan pembacaan mimpi. Menurut dia, penafsiran mimpi bukan aktivitas sembarangan.

Mimpi, dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis antara lain nukilan Ibnu Majah adalah sebagian kecil dari 46 instrumen kenabian.

Karena itu, para penakwil mimpi setidaknya harus menguasai Alquran dan hafal hadis-hadis Nabi, paham tentang karakter dan pola hidup manusia, dan mengetahui kaidah-kaidah penakwilan.

Bekal seperti ini, dalam pandangan tokoh kelahiran Basra tersebut, penting dimiliki oleh penakwil mimpi. Mimpi muncul dengan latar belakang yang berbeda, baik waktu maupun tempatnya.Pembacaan terhadap mimpi pun kadang harus merujuk pada Alquran ataupun hadis Nabi.

Dicontohkannya, seperti tafsir telur dalam sebuah mimpi bisa dimaknai dengan kejadian ataupun peristiwa dalam kehidupan nyata orang yang bersangkutan dan berkaitan dengan perempuan.

Penafsiran itu merujuk pada ayat ke-49 dari surah ash-Shaaffaat yang mengibaratkan kesucian bidadari-bidadari dengan telur burung unta yang tersimpan dengan baik. Adakalanya pula, sebuah mimpi ditafsirkan dengan lawan dari sebuah fakta.

Misalnya, kondisi tertawa dalam mimpi, takwilnya bisa berarti akan menangis di kehidupan nyata. Begitu juga sebaliknya. “Bila menangis di mimpi, itu maknanya kita akan tertawa riang,” tulisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement