Ketika Haid di Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan

Rep: c38/ Red: Bilal Ramadhan

Rabu 08 Jul 2015 00:30 WIB

Menyambut malam lailatul qadar. Foto: Republika/Raisan Al Farisi Menyambut malam lailatul qadar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Laki-laki punya kesempatan iktikaf selama sepuluh hari terakhir Ramadhan untuk menjemput Lailatul Qadr, tapi tidak semua perempuan mempunyai kesempatan itu. Misalnya, perempuan yang sedang haid.

Ketua Forum Ulama Umat Islam (FUUI), Ustaz Athian Ali, mengungkapkan, persoalan itu sering menjadi bahan pertanyaan jamaah ibu-ibu pengajian di tempat beliau memberi ceramah.

“Saya sering ditanya ibu-ibu pengajian, bagaimana kalau pada sepuluh malam terakhir Ramadhan itu sedang haid. Siangnya tidak shaum, malamnya tidak tarawih, tidak sholat, tidak tadarus, juga tidak iktikaf. Apa yang bisa mereka dapat?” kisah Ustaz Athian kepada Republika, Selasa (7/7).

Ia menyatakan, sebagian besar ulama memang tidak mengizinkan perempuan iktikaf. Lagipula kalau perempuan itu iktikaf, dia tidak bisa menunaikan sholat malam atau membaca Alquran. Sejumlah ulama melarang perempuan haid menyentuh mushaf Alquran.

Meski demikian, kata Ustaz Athian, tidak berarti Islam mengecilkan peluang perempuan untuk masuk surga. Peluang ibadah yang lain masih banyak. Ia mungkin tidak bisa mendapat lailatul qadr lewat iktikaf atau sholat, tapi dia bisa melakukan ibadah yang lain. Katakanlah, memberi makan fakir miskin atau anak yatim.

Ustaz Athian berpendapat, mungkin saja apa yang dia lakukan itu lebih besar pahalanya daripada orang yang sedang duduk i’tikaf di masjid, tapi membiarkan fakir miskin kelaparan. Selain itu, perempuan yang sedang haid juga bisa menengok tetangga yang sakit atau mempersiapkan bekal iktikaf suaminya seperti yang dilakukan Aisyah.

“Ibadah jangan diartikan sempit. Saya kira itu perbuatan yang sangat mulia dan bisa dilakukan oleh seorang wanita yang sedang haid. Lailatul qadr itu sejak maghrib sampai subuh. Jadi dia bisa berbuat kebaikan apa saja selama itu,” jelas Ustaz Athian.